Berawal dari menyukai bahasa Inggris. Banyak hal yang kerap kali ku lakukan dengan memperagakan cara berbicara dengan menggunakan bahasa Inggris. Hal ini ku lakukan tanpa mempelajari bahasa Inggris secara lebih, di luar kelas bahasa Inggris, tempat kursus misalnya. Karena, saya adalah orang yang lebih giat belajar secara otodidak, dengan gaya dan cirri khas saya sendiri.

    Dari menyukai bahasa Inggris. Hal ini membuat saya tertarik untuk mengikuti program student exchange ke Taipei, Taiwan. Tawaran demi tawaran yang berasal dari salah satu dosen di kampus saya, beliau pernah menjadi dosen bahasa Inggris di kelas saya, ketika semester I dahulu. Akhirnya, tawaran itupun saya terima dengan senang hati. Pengurusan demi pengurusan kerap kali saya lakukan untuk memenuhi persyaratan menjadi peserta student exchange. Dengan bantuan dosen tersebut, saya pun berangkat ke Taipei sebagai peserta student exchange satu-satunya yang mewakili Universitas Muhammadiyah Maluku Utara.

    Pengalaman ini benar-benar pengalaman pertama saya yang paling berkesan, mengingat ini adalah kali pertama saya bepergian ke luar negri. Perjalanan yang belum pernah ku temui pada penerbangan-penerbangan sebelumnya, atau sejak awal berkuliah di kota Makassar, pada 2016 silam.

    Taipei, kota dengan berjuta perbedaan. Membawaku mengenal banyak hal, mulai dari  gaya hidup dan teman, serta lingkungan yang baru. Mungkin saya telah terbiasa mengendarai sepeda motor saat berpegian, walaupun hanya dalam jarak yang dekat. Namun di kota ini, saya harus menaiki MRT  dan berjalan kaki. Total berjalan kaki dalam sehari mencapai 7 kilo meter. Angka yang fantastik bukan? Untuk ukuran orang Indonesia seperti saya.

    Memiliki teman baru dengan ras yang berbeda. Menjadikanku lebih banyak memahami tentang mereka. Menjadi minoritas bukanlah alasan untuk tidak melakukan ibadah sebagai seorang muslim. Melihat keadaan kota yang sulit menjangkau tempat ibadah, tidak menyurutkan niat ku untuk tetap melakukan ibadah. Inilah tantangan tersulit ketika menjadi minoritas di negara dengan mayoritas non muslim. Namun, ini bukanlah suatu alasan untuk kita melupakan kewajiban sebagai hamba yang mengaku berTuhan dan terlebih telah memilih Islam sebagai keyakianan kita.

    Saya sangat bersyukur, bisa mendapatkan pengalaman ini. Saya yakin, semua ini berjalan dengan baik karena, adanya campur tangan Tuhan. Tanpa adanya niat mungkin kita akan mudah putus asa, dan menyerah. Namun tanpa khendak Tuhan semua hanya akan menjadi wacana yang akan berlalu.

    Rasa syukur yang kedua, adalah ketika pihak Universitas percaya dan mengamanahkan kepada saya sebagai peserta yang pantas untuk mengikuti student exchange ke Nasional Taipei University of Nursing and Health Sciences (NTUNHS) di Taipei, Taiwan. Rasa terimakasih saya kepada Ibu saya, yang telah mengizinkan sekaligus mempercayai saya untuk mengikuti program ini, mengingat saya pergi tanpa dosen pendamping. 

    Tidak hanya mempelajari tentang TCM (Traditional Chinese Medicine), di Taipei saya dan para peserta student exchange lainnya pun, mempelajari tentang sejarah negara Taiwan. Hal ini ditunjukan dengan kunjungan yang kami lakukan ke bangunan kepresidenan dan kunjungan ke Memorial Hall.

Sebelum mengikuti student exchang, banyak hal yang menjadi ke-khawatiran ku ketika berpergian ke negara lain, salah satunya ialah bahasa yang kelak aku gunakan. Aku sangatlah mencintai perjalanan ke luar negri. Selain, menambah banyak pengalaman, pun menambah teman dan juga member kesan yang pastinya takkan di lupakan. Ketika perjalanan ke luar negri itu menjadi cinta, maka sudah tentu cinta ku berlabuh di negri Formosa ini untuk pertama kalinya. Saya sangat menyukai perjalanan dan petualangan di negri Formosa ini, selain kota nya yang Indah, orang-orangnya yang ramah, gaya hidupnya pun begitu ramah. Penggunaan bahan plastic yang terkontrol, itu adalah salah satu dari sekian banyak gaya hidup sehat yang terpenuhi di negri ini, Ah… andaikan negri ku seperti ini.