Dimsum Terakhir By Clara Ng

Mei 16, 2020

sumber:google

        Pada awal tahun kedua, aku berkuliah. Aku bertemu seorang teman, yang gemar mengajakku berdiskusi. Perihal keluarga, kehidupan,rencana dan banyak hal lainnya. Dia salah satu orang yang banyak memperhatikan buku-buku yang sering berada dalam dekapanku, entah itu fiksi maupun non fiksi. Hingga akhirnya, ia memberku sebuah buku, yang tak pernah ku lihat ataupun tahu tentang penulisnya. Ia mengatakan, ini adalah buku yang sangat ia rekomendasikan bagiku karena, sesuatu yang ia temui pada diriku, membuatnya ingin memberikan buku ini, agar dapat baca dan kembali menceritakan perihal pesan di dalam buku tersebut.

            Awalnya, aku tidak terlalu tertarik dengan buku terbut, sekilas ku tatap lalu kemudian ku masukan dalam ransel yang ku bawa, tanpa berucap banyak, aku pun berlalu. Ia tersenyum dan kembali berkata bacalah, waktu mu hanya 3 hari, untuk kembali. Aku tetap saja berlalu, tanpa menoleh. Karena, aku tahu ia pasti tertawa melihat wajahku tanpa ekspresi apapun.

            Buku dengan sampul yang menurut ku cantik dan teduh. Entah bagaimana, aku pun bingung melihat judul yang tertera yang tak ku temukan korelasinya dengan judul. Sampul kuning bergambar pohon dilengkapi potnya. Dengan judul “Dimsum Terakhir” entah bagaimana bisa sang pohon ataupun warna tersebut menggambarkan Dimsum yang notabennya adalah sebuah makanan. Di dorong oleh rasa penasaran yang ku alami. Aku mulai membaca kalimat demi kalimat, tanpa terasi 20 halaman sudah berlalu dalam sekejap. Namun, buku ini sungguh memiliki sajian alur cerita yang dinamis dan tak dapt di tebak, beberapa kali aku melakukan pelanggaran, dengan membuka halaman akhir untuk menemukan jawaban dari rasa penasaran dengan plot dan pesan dari buku tersebut. Tapi, rupanya aku harus mengikuti alur bacaan tersebut, untuk sampai pada tujuanku.

             “ A novel about being single and becoming part of a family...when everything is going totally wrong”

            Kutipan yang terletak pada cover buku tersebut, yang cukup member makan rasa ingin melahap isi buku ini lebih cepat hehe. Sang Clara Ng mengawali cerita pada buku tersebut dengan permasalahan yang terdapat pada anak-anak Nung Atasana, untuk ke-4 anak kembar yang dimiliki Nung, tak menjadikan mereka akur satu sama lain dengan beban masalah masing-masing, yakni Siska, Indah, Rosi dan Novera dari ke-4 anak tersebut dilengkapi dengan porsi maslah yang berbeda-beda. Nung Atasana adalah seorang keturunan Tionghoa yang berada di bumi Indonesia. Ke-4 anak Nung tersebut pun tumbuh dewasa dengan cepat, hingga pada akhirnya setelah dewasa, mereka pun sibuk mengejar mimpi mereka dan tenggelam dalam kesibukan masing-masing. Nung pun harus hidup seorang diri tanpa kawan, di dalam rumah yang penuh dengan kenangan, dan tembok yang bercerita tentang putrid-putrinya. Para putrid kembar Nung tersebut yang telah melebur dalam kesibukan dunia mereka, telah lupa akan keluarga, tradisi hingga Nung yang hidup seorang diri, hanya saja sesekali mbok Hetih datang mengunjungi Nung dirumahnya.  

            Pada suatu waktu, dengan usia Nung yang semakin tua, serta penyakit yang menggerogoti tubuh Nung, mengharuskan ke-4 putrinya kembali dan berkumpul dirumah, dimana tempat mereka dibesarkan. Ke-4 putri Nung yang merasa keberatan akan meninggalkan aktivitas mereka, kembali perlahan dengan berat hati dan seperti menunggang beban di pundak mereka. Siska yang harus meninggalkan perusahaannya di Singapore, Rossi yang harus turun dari puncak dan meninggalkan perkebunan Mawarnya, Novera aktivitas mengajarnya di Jogja dan Indah yang juga meninggalkan pekerjaannya(walau dapat dilakukan di Jakarta).

            Melakukan sebuah kesepakatan untuk bisa berkumpul dan mendampingi sang Ayah, bukanlah keputusan yang mudah. Akirnya, mereka pun bersepakat untuk melakukan hal tersebut, dan bertemu di rumah, tempat mereka dibesarkan.

            Dibawah atap rumah Nung, tempat semua putrid-putrinya dibesarkan, terjadi perang kata-kata setiap harinya. Siska yang selalu beradu kata-kata dengan Indah, bagaikan perang dunia yang terjadi tanpa di rencanakan dan secara tiba-tiba terjadi ledakan, setiap saatnya. Tidak hanya Siska dan Indah, begitupun dengan Rossi yang tak mau kalah dengan kedua saudaranya, ia pun ikut terjun dalam perang yang tak seharusnya. Novera, si kecil nan lemah lembut ini, hanya bisa melerai ke-3 saudarinya tanpa daya. Novera tetap teduh dan menonton aksi yang tak diharapkan tersebut setiap harinya.

            Pada suatu ketika, mereka ber-4 dikagetkan oleh sebuah keinginan dari Nung. Sang Ayah menginginkan ke-4 putrinya untuk menikah. Namun, pernikahan tak semudah yang di minta oleh Nung. Ke-4 putrinya menganggap pernikahan adalah sesuatu yang rumit dan tak semudah membolak-balikkan telapak tangan. Dengan berbagai penyebab pada masing-masing putrid Nung. Sehingga tidak bisa menerima pernikahan dalam tempo waktu sesingkat itu, bahkan mungkin tak pernah terpikirkan oleh mereka, terlebih sang Rossi yang lebih suka menyebut dirinya sebagai Roni(nama lelaki, untuk dirinya). Dengan memiliki kekasih seorang wanita, yang sedang ditinggalkan oleh Rossi di puncak perkebunan Mawarnya di puncak, tentu ini adalah pukulan yang dalam bagi Rosi. Untuk menikah dengan lelaki? Bagai kutukan untuk Rosi yang tak pernah menginginkan menikah dengan seorang laki-laki.

            Hal serupa terjadi pada saudari Rossi yang lain, dengan berbagai penyebab, sehingga mereka menolak untuk diminta MENIKAH. Siska adalah seorang wanita mapan yang mandiri, bisa tidur dengan pria mana saja, yang ia inginkan, tanpa komitmen yang jelas. Indah yang kemudian mendapati cintanya telah berlabuh pada seorang Pastur, dan Novera yang meiliki masalah dengan rahimnya, sebab ia pernah mengalami kista ganas, yang mengharuskan dirinya melakukan operasi pengangkatan rahim.

            Dengan berbagai latar belakang yang membawa mereka hingga tak mengidampkan pernikahan layaknya wanita pada umumnya. Lantas, bagaimana mereka dapat berdamai dengan masa lalu mereka, dimasa depan kelak? Mampukah mereka memaafkan diri mereka di masa lalu?

             Dalam buku ini, Clara Ng menggambarkan masa sulit yang dialami oleh keluarga Tionghoa di bumi Indonesia. Hingga akhirnya dalam buku ini ku temukan banyak pesan yang tersirat melalui cerita dengan sajian alur maju mundu, dimana seluruh putrid Nung di ceritakan satu persatu secara bergantian, dengan gaya khas yang dimiliki masing-masing putrid Nung tersebut. Dengan plot yang unik dan terkadang muncul berbagai tokoh dengan karakter yang beda pada mulany seringkali membuat bingung. Namun, ketika terus maju membac setiap kisahnya, aku mampu mengenali setiap tokohnya pun jika itu tokoh yang baru muncul.

            Bagi kalian yang ingin membaca buku dengan nilai sebuah keluarga. Aku sangat merekomendasikan buku ini untuk dibaca. Banyak pesan-pesan moral berharga yang bisa kalian dapatkan, yang mampu mengetuk pintu hati kalian, yang mungkin selama ini kalian tak sadar bahwa, kalian sedang mengalami hal yang tak baik-baik saja dengan keluarga kalian, pun sifat kalian yang kerap menghancurkan diri kalian sendiri, atau masa depan kalian sendiri.


You Might Also Like

0 comments

Google+

Like us on Facebook

Popular Posts