Ela-ela Yang Ternodai Pandemi

Mei 20, 2020

  

sumber:Travellingyuk.com
 

    Sebelum tiba pada Ramadhan kali ini, aku kerap menemui Ramadhan dengan riuh dan semangat ibadah yang menggebu pada berbagai kalangan usia. Kini, semua tak lagi seperti Ramadhan pada tahun-tahun sebelumnya. Jika pada tahun-tahun sebelumnya, ku temui malam yang tunggu-tunggu, yakni malam Ela-ela gema suara lantang kanak-kanak di area kompleks rumah, berlarian menuju pohon-pohon yang di buat dengan aneka jajan dan uang yang disisipkan pada tangkai pohon tersebut, Tebu yang yang telah hadir di depan rumah-rumah menambah nuansa malam Ela-ela ini namun, kini semua ternodai oleh hadirnya Pandemi.

     Malam Ela-ela ini merupakan suatu tradisi di bumi Maluku Utara, yang mana perayaan Ela-ela sebagai bentuk kegembiraan yang tumbuh pada hati setiap masyarakat di bumi Maluku Utara ini dalam menyambut datangnya malam Lailatul Qadar. Malam Ela-ela ini dirayakan pada malam ke-27 Ramadhan. Pada malam  ini seluruh rumah menyalakan obor atau lampion sebagai tanda hati yang sedang berbahagia menyambut malam yang terbaik diantara seribu bulan ini.

       Malam ini di rayakan usai shalawat trawih, dimana semua obor akan dinyalakan, sesuai dengan namanya Ela-ela yang berarti obor. Obor maupun lampu yang terbuah dari kaleng atau botol bekas ini akan dinyalakan hingga pagi hari. Hal ini biasanya diselingi dengan membakar damar, hingga menumbuhkan bau damar pada tempat sekitar, biasanya penggunaan damar dengan kualitas yang baik yaitu, damar yang berasal dari bumi Halmahera.

      Ketika malam itu telah tiba, aku menyibakkan tirai sembari melihat cahaya diluar rumah namun, rupanya hujan yang lebih dulu turun membuat suasana diluar rumah tampak redup dan tak terlihat cahaya obor pun lampu yang terbuat dari kaleng pun botol bekas yang ku temui tadi siang. Sebelum beranjak malam, aku dan adikku pergi ke pasar untuk membeli beberapa kebutuhan yang disuguhkan oleh tante, aku pun melewati beberapa kelurahan yang kerap mempersiapkan perayaan festival Ela-ela pada malam hari. Sepulang dari pasar, aku mendapati beberapa tetangga rumah yang tengah mempersiapkan obor serta lampu yang terbuat dari kaleng bekas dan beberapa botol minuman yang berukuran setinggi kaleng fanta yang berukuran kecil.

    Setelah waktu berbuka tiba, aku menantikan pembakaran obor dan lampu yang ku dapati siang tadi. Namun, baru saja aku meneguk minuman yang tersedia di depan ku, hujan kembali mengguyur seantero kota Tobelo. Setelah usai shalawat trawih aku tak lagi melihat cahaya yang berasal dari obor. Rupanya hujan membuat seisi kota redup. Tak ada lagi gelak tawa dan riuhnya bunyi sandal pun sepatu anak-anak yang memenuhi kelurahan masing-masing dan diwarnai dengan cahaya obor yang menandakan malam yang penuh bahagia dan nan tawa yang tergambar pada garis bibir masing-masing.

    Pada masa pandemi kali ini, tradisi perayaan malam Lailatul Qadar ini menjadi ternodai, dirumah saja haruslah diutamakan, serta menghindari kerumunan kiat diutamakan, mungkin inilah penyebab noda yang membuat hati pilu, jauh dari orang-orang terkasih sebab Pandemi yang membuat kita harus lebih sabar saat tak bisa untuk bersama. Semua menjadi kelabu, tak lagi terdengar celoteh riang dari anak-anak yang berkerumun membawa obor, hiasan pohon yang biasanya tampak di Mesjid tak lagi ada. Ketika masih berada di usia kanak-kanak, aku pun dengn gembiranya menyambut malam yang penuh berkah ini, sembari riang dnegan suasana yang ramai di penuhi dengan obor serta teman-teman yang mulai berlarian dengan gembira.

    Semoga ini bukanlah Ramadhan terakhir kita. Sebentar lagi, Ramadhan akan pergi, berpisah dengan  Ramadhan, adalah suatu perpisahan yang begitu memilukan, memasuki hari kemenangan namun, tak pernah di ketahui, masihkah kita dapat bertemu dengan Ramadhan tahun depan? Cukupkah usia kita mencapai Ramadhan di tahun depan? Banyaknya kerabat dan teman yang tak lagi dicukupkan usianya untuk tiba pada Ramadhan kali ini, suatu pertanda bahwa takkan ada yang tahu, Ramadhan manakah yang merupaakn Ramadhan terakhirnya.

           

Tobelo, 19 Mei 2020

You Might Also Like

0 comments

Google+

Like us on Facebook

Popular Posts