Pentingkah, Peran Kesehatan Masyarakat?

Mei 16, 2020


sumber:google

            Kita berada pada awal tahun 2020, dimana tahun ini diawali dengan Pandemi (global) yang memilukan, menyayat hati serta menggetarkan jiwa bahkan merenggut nyawa. Aku tak tahu, mengapa hingga saat ini, masyarakat kita akan gusar dan panik dikala semua penyakit mulai bertandang. Namun, sebelum penyakit ini menghampiri, mereka seolah merasakan sesuatu yang dinamis, tanpa ada bahaya yang memungkin mereka berada dalam garis yang berbahaya.

Virus Corona atau severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2) adalah virus yang menyerang sistem pernapasan. Penyakit yang disebabkan oleh virus ini disebut COVID-19 (Corona Virus Diseases 2019). Virus corona yang lebih dikenal dengan gangguan pada sistem pernapasan, pneumonia akut bahkan hingga kematian. Virus tersebut cukup berbahaya bukan, berujung merenggut nyawa, siapapun itu takkan rela direnggut nyawanya dengan cara ditulari atau terpapar virus ini. Nama virus Corona adalah jenis baru dari coronavirus. Virus jenis ini dapat menyerang seluruh lapisan manusia, entah itu bayi, anak-anak, remaja,dewasa bahkan hingga lansia.

            Mari kita lihat ke belakang, apakah pandemi ini dapat di cegah? Atau kita semua bisa mencegahnya? Dengan kemampuan diri kita sendiri? kesadaran dan rasa keterpanggilan kita? Jawabannya, iya. Kita dapat mencegahnya, dengan segenap kekuatan yang kita miliki, ditambah pengetahuan serta di dasari niat dan yang terakhir kesadaran. Tapi, apa yang membuat kita hanya be afraid (takut) tetapi minim awareness (kesadaran)?

            Bentuk kesadaran akan pencegahan suatu penyakit dengan tujuan meningkatkan derajat kesehatan, memanglah tidak dianggap penting bagi kebanyakan masyarakat kita. Dimana ilmu kedokteran yang lebih cenderung mengobati dianggap sesuatu yang lebih penting diatas segalanya. Ini bukan diskriminasi. Tetapi, mengapa kita memilih sakit, jika kita mampu untuk mencegah? Bukankah mencegah itu free(gratis) dan pengobatan bersifat paid (berbayar)?

            Dalam sejarah umat manusia, untuk mencari upaya kesehatan sangat panjang, mungkin sepanjang adanya umat manusia dimuka bumi ini. Namun, praktik dan keilmuan “pencegahan” sudah lama. Prof. C.E.A. Winslow “Charaterized public health practice as the science and art of disease prevention, prolonging life, and promoting health and well-being through organized community effort for the sanitation of the environment, the control of communicable infections, the organization of medical and nursing services for the early diagnosis and prevention of disease, the education of the individual in personal health and the development of the social machinery to assure everyone a standart of living eduquate for the mainternance or improvement of health (1920)”. Kemudian definisi ini diterjemahkan dengan bebas, yang mengandung arti bahwa, kesehatan masyarakat adalah: Ilmu dan seni untuk mencegah penyakit, memperpanjang masa hidup dan meningkatkan derajat kesehatan melalui usaha-usaha pengorganisasian masyarakat untuk: a) perbaikan sanitasi lingkungan; b) pemberantasan penyakit menular; c) pendidikan untuk kebersihan perorangan; d) pengorganisasian pelayanan-pelayanan medis dan perawatan untuk diagnosis dini dan pengobatan; e) pengembangan rekaya social untuk menjamin setiap orang terpenuhi kehidupan yang layak dalam memelihara kesehatannya. Definisi seperti tersebut kemudian mendunia, dan di adopsi oleh WHO maupun negara-negara di dunia dan perguruan tinggi yang mengajarkan ilmu kesehatan masyarakat, termasuk di Indonesia.

            Ilmu kesehatan masyarakat, yang mana didalamnya termaktup ilmu pencegahan, definisinya jelas, dikemukakan oleh Professor. C.E.A. Winslow. Di adopsi pula oleh negara tercinta kita ini. Namun, pada praktiknya, ilmu ini hanya sejenis teks sejarah yang terulang di ruang kelas, dan pupus ketika umat manusia diluar sana menghadapi situasi yang berhubungan dengan pencegahan. Apakah ilmu kesehatan masyarakat ini menjadi tidak penting ketika ilmu kedokteran dianggap lebih penting? Mari kita lihat pada history, sebelum perang dunia ke-II. Amerika Serikat sangat cocok dengan penerapan definisi tersebut, dapat dilihat dari zaman ketika penyakit menular klasik seperti tipus dan disentri masih menghantui Amerika. Konsep ini bukanlah konsep yang baru, di Indonesia telah lama diterapkan sejak zaman penjajahan, terutama di pulau Jawa. Tetapi, kini kembali kita di landa gundah gulana, akibat pandemi yang kin meresahkan, tanpa adanya penerapan pencegahan matang, kita pun di porak-porandakan oleh virus yang kemudian bertandang ini.

            Ilmu kesehatan masyarakat hadir sebagai perisai untuk mencegah terjadinya penyakit, ini merupakan hal yang perlu dipahami, agar tak perlu sakit dulu agar paham maksud dari bentuk pencegahan ini. Bukankah jelas dalam penjelasan WHO (2008b) bahwa, tujuan utama kesehatan masyarakat adalah melindungi dan meningkatkan kesehatan penduduk dengan menggunakan tiga cara utama, yakni:

a.       Melindungi penduduk dari ancaman kesehatan (health protection).

b.      Pencegahan kejadian penyakit (disease prevention)

c.       Peningkatan derajat kesehatan penduduk (health promotion)

Hal ini cukup jelas, bahwa tujuan dari kesehatan masyarakat, adalah membentuk perisai agar kelak penyakit tak mudah untuk kemudian bertandang kepada individu, yang kemudian dapat menularkan kepada kelompok tertentu. Begitu pula dengan penyakit tidak menular. Inilah yang harus kita sadari, tak perlu menunggu sakit untuk bisa sadar, tidak harus sakit jika bisa untuk memilih tidak sakit. Tak ada manusia yang menginginkan sakit. Namun, yang diperlukan adalah kesadaran dan ilmu, jika memang tak memiliki ilmu yang cukup dalam bidang kesehatan masyarakat, berdayakanlah para tenaga kesehatan masyarakat ini, bukan dianggap sebagai sesuatu yang spele apalagi menganggap tidak penting. Mencegah dikala penyerangan pandemi telah tiba, adalah bentuk kesalahan yang menyebabkan keadaan semakin sulit untuk di netralisir.


You Might Also Like

0 comments

Google+

Like us on Facebook

Popular Posts