Catatan di Akhir Juli
Juli 29, 2020 TERNATE,
sebuah perjalanan menemukan kedamaian di penghujung Juli. Banyak orang memilih
beberapa aktivitas untuk menjadi pilihan di saat libur. Menghilangkan stress
dan beberapa alasan lainnya yang sering kita temui, hal yang sama terjadi pada
ku dan beberapa teman-temanku.
Pada
hari senin, tepatnya pada tanggal 27 Juli 2020, aku bersama 3 teman lainnya
memilih untuk berpergian ke tempat yang akhir-akhir ini banyak di minati oleh
warga Ternate dan sekitarnya, mengingat tempat ini memiliki banyak pengunjung
dengan jarak yang lumayan fantastic menurut kami(3,2 km) olehnya itu, kami
memilih untuk melakukan camping di area tersebut, dengan maksut agar dapat
menyaksikan terbitnya sang surya dari ufuk Timur.
Dengan
berbekal alat-alat camping, persiapan bahan makanan selama camping serta menjaga stamina agar tetap fit selama
perjalanan, kami pun berangkat pada sore hari. Pukul 16:20 WIT kami tiba di
kelurahan Moya, dimana kelurahan ini di kenal sebagai salah satu jalur
pendakian menuju puncak gunung Gamalama. Ketika jarum jam menunjukkan pukul
16:30 WIT, kami mulai menyusuri jalan (jalur pendakian), dengan di pandu oleh
seorang teman yang sudah terbiasa bolak-balik ke puncak gunung Gamalama
sehingga perjalanan kami pun terasa lebih aman.
Untuk
mencapai ke tempat yang ingin kami tuju yaitu “Panorama” atau yang lebih di
kenal dengan nama “Taman Love” ini berada pada ketinggian pos 1 jalur pendakian
puncak gunung Gamalama(3,5 km perjalanan kaki dari kelurahan Moya). Dengan lama
tempuh 2 jam perjalanan, kami pun tiba di Panorama. Persiapan membangun tenda
dan mengatur seluruh barang bawaan kami, mulai dari cooking set hingga bahan
makanan yang kami bawa. Tak berselang lama, tenda dan seluruh perlengkapan yang
kami bawa sudah tersusun rapi di dalam tenda. Kami pun menjemput malam dengan
percakapan ringan dan makanan ringan yang telah kami persiapkan.
Malam
pun tiba dengan udara yang membuat gigil
sekujur tubuh jika balutan pakaian tak memadai. Kaos kaki hingga jaket pun
lekat dengan tubuh kami, guna menghadang rasa dingin yang tak biasa. Percakapan
yang kian mengalir bagaikan air, terus berlanjut. Makan malam dengan
pemandangan yang biasa, kilauan lampu yang berhamburan di depan kami, member
kesan romansa yang tak ingin di lalui begitu saja, kicuan burung, deru angin
dan bunyi ranting pohon yang merupakan suguhan terbaik dari semesta untuk malam
kami yang hilang rasa lelah akibat kadamaian yang memeluk erat hati kami di
ketinggian ini.
Kopi
yang telah lama bersahabat dengan kami, beberapa makanan ringan yang kerap
menemani serta sahutan gurauan yang kian saling bersahut-sahutan, ah rupanya
malam kami begitu berarti. Tanpa kami sadari, jarum jam yang terus melakukan
tugasnya, berjalan kea rah kanan, masih terus berdenting dengan tepat. Kami
yang tak ingin melewatkan malam yang terlalu menawan, akhirnya jatuh dalam
pelukan malam yang larut tanpa syarat. Aku yang masih menginginkan sedikit
tidur agar dapat menyaksikan terbitnya sang mentari dari ufuk Timur esok hari,
terus saja memejamkan mata, waalaupun begitu sulit untuk sedikit tertidur pada
malam itu, padahal perjalanan kami cukup membuat letih kaki ini, rupanya sang
pemilik malam masih saja ingin melihatku tertawa dengan riang tanpa memejamkan
mata ah ini benar-benar luar biasa.
Subuh
pun menjemput pagi, kami yang tengah duduk mulai bersiap-siap menyambut
mentari. Aku yang mulai menggunakan cairan pembersih wajah karena, menyadari
wajah yang belum di basuh air apalagi di sentuh sabun pencuci muka, dengan
sedikit balutan bedak dan pelembab bibir yang sempat ku bawa, aku pun
menggunakannya dengan cepat tanpa memikirkan rapi tidaknya, dan yang terakhir
adalah parfum andalan yang selalu ku bawa hehe.
Kami
pun berjalan menuju tempat yang dapat kami duduki, salah satunya ialah tempat
yang berbentuk “I LOVE U” yang terbuat dari papan yang berada pada ketinggian
diatas jurang. Dengan penuh kehatia-hatian, kami pun melangkah melewati tangga,
dan duduk di atasnya, menantikan momen yang paling romantic versi kami, yaitu
sinar awal terbitnya sang fajar. Dengan udara yang begitu segar dan member
sensasi dingin yang masih belum terkontaminasi dengan debu, udara tersebut pun
mengalir dengan baik di dalam esophagus kami hingga menuju paru-paru.
Ketika
mentari telah menampakkan wujudnya dengan sedikit lebih jelas, kami pun
bersiap-siap mengabadikan beberapa momen dengan menggunakan smarphone sederhana
yang kami miliki, dengan beberapa gambar yang mulai memenuhi ruang teratas isi
gallery smartphone, kami pun kembali ke tenda guna membereskan seisi tenda dan
bersiap untuk melakukan perjalanan kembali, menuruni bukit ini.
Perjalanan
pulang terasa lebih mudah karena, jalannya menuruni bukit sehingga, rasa lelah
kami pun berkurang, berbeda dengan awal pendakian saat mendaki ke pos 1
tersebut, beberapa kali kami melakukan istrahat di pada beberapa tempat namun,
saat menuruni bukit ini, hanya sekali kami berhenti sejenak untuk meneguk air,
selebihnya kami berjalanan dengan santai sambil mengambil gambar saat
perjalanan melewati jembatan bambu.
Dok pribadi/Nia
Ada
jawaban tersendiri dari perjalanan yang tak biasa. Dari sebuah usaha menemukan
temu, hingga akhirnya tenggelam dalam kedamaian hingga menyusuri duga yang
menuntut kepastian. Hal yang tak meresahkan, sulit menemukan sebuah alasan
untuk menemukan jawaban. Memikirkannya hanyalah sia-sia karena, kita bukanlah
Dewa, yang tahu hal-hal gaib. Kita hanyalah manusia yang dapat memahami diri
sendiri dengan usaha dan belajar, dapat melerai resah di tengah kegusaran dan
kepenatan. Untuk bahagia tak perlu menunggu orang lain menjamaahnya dalam dirimu.
Karena sesungguhnya, dirimu mampu menemukanya dalam hati dan pikiranmu.
Ternate, 29 Juli 2020
5 comments
Waw
BalasHapusSini main ke Maluku Utara ✨
HapusKeren ah...
BalasHapusThank u yang lebih keren hihi
HapusAyo ke Ternate
BalasHapus