Tomajiko Pantai Seribu Kecantikan
September 01, 2020
Beberapa waktu sebelumnya, aku dan seorang sahabat ingin melakukan sebuah tamasya ke tempat baru, atau lebih tepatnya tempat yang belum kami kunjungi. “Nia, ayo main” tutur Wulan sahabatku. “Kemana ya, bagusnya(sambil berfikir)” jawabku dengan pikiran yang sedang mengingat tempat yang tepat. “tempat yang belum pernah dikunjungi ya, atau yang bagus deh menurut kamu” sambung Wulan.
Pada akhirnya, kami memilih untuk mengunjungi Gurabala, pantai Tomajiko. Tempat yang kami pilih adalah sebuah daerah yang berada di seberang pulau Ternate, yaitu pulau Hiri, kecamatan kota Ternate. Pulau tersebut berada pada sisi Utara pulau Ternate, dengan jarak tempuh 5-10 menit dengan menggunakan speedboat atau perahu kayu, dengan tariff yang relative murah, yaitu Rp.5000-10,000,00. Benar-benar murah bukan? Tempat wisata Gurabala ini terkenal dengan tebing yang berlubang akibar erosi air laut secara alami. Nah, tempat wisata alami ini wajib untuk dikunjungi yah, sebab pulau cantik ini memiliki beberapa tempat wisata yang mana semua masih bersifat alami loh, selamat mengunjungi yah.
Tepat pada hari Jum’at, kami memutuskan untuk menyebrangi pulau Ternate menuju pulau Hiri. Kondisi laut yang sedikit tak baik-baik saja membuat kami sedikit merasa takut namun, dengan jarak tempuh yang tidak memakan waktu lama, hal tersebut pun akhirnya pupus, kami pun kembali menertawai rasa takut yang baru saja kami lalui, Ah aku bukanlah anak pantai, terlebih aku tak pandai berenang hehe.
Ketika tiba di pulau Hiri, kami menatap seantero pulau yang cantik itu, dengan sedikit rasa bingung kami pun dihampiri oleh seorang pemuda yang tak dikenal, ia menawarkan jasa ojek tetapi, kami memilih untuk menyewa kendaraan miliknya untuk kami gunakan berdua mengelili pulau ini. Setelah melakukan kesepakatan, kami pun berlalu dengan menggunakan kendaraan roda dua tersebut.
Tempat yang ingin kami tuju berada pada kelurahan yang berbeda dari tempat kedatangan kami dipelabuhan Hiri. Dengan menunggangi kendaraan roda dua yang terus melaju ke arah kiri jalan, kami pun menikmati pemandangan yang disuguhkan oleh alam yang baik leluhurnya. Sebelah kanan kami ada berbagai pepohonan yang menghijau, kaya akan klorofil. Sebelah kiri kami pemandangan laut, dengan air yang jernih hingga terlihat terumbu karang di dasar laut. Indah, bukan?
Setelah melewati jalanan yang indah pemndangannya, kami pun tiba di pantai Tomajiko, dimana tempat ini menjadi tempat dengan peringkat 1 yang sering di kunjungi di Pulau Hiri ini. Gurabala ini merupakan tempat yang menjorok kea rah laut, dengan kawatan berbatu, sehingga memungkinkan harus menggunakan alas kaki anti slip sebab, jalan yang penuh bebatuan ini cukup licin dan tak mudah untuk dilewati. Butuh perjuangan yang tak mudah untuk sampai pada depan tebing yang berlubang. Jalan perjuangan, tak mudah, dibutuhkan keseriusan untuk mencapai titik finish. Keringat pun bercucuran dari dahi dan beberapa bagian tubuh kami, akibat panas terik matahari yang begitu menyengat, langkah kami pun terus melaju, tanpa basa basi kami fokus menuju ke depan tebing tersebut, berjuang memang tak mudah apalagi bercanda, hehe.
Akhirnya, kami pun tiba pada tebing yang dimaksudkan. Debur ombak sedang keras-kerasnya, “Wah rupanya ombaknya keren untuk berfoto, hehe” ungkap Wulan, aku pun tersenyum sembari membetulkan posisi topi bundar yang aku gunakan. Tanpa membuang waktu lama, kami berdua pun mengabadikan momen di Gurabala. Karena, kami hanya berdua, olehnya itu, kami memutuskan untuk saling mempotret, hehe.
Ketika merasa cukup banyak foto yang kami miliki, kami pun bergegas meninggalkan Gurabala. Ketika akan kembali ke titik awal pemberhentian roda dua yang kami sewa, kami pun beristirahat pada sebuah pohon yang sedikit rindang dan cukup untuk kami berteduh. Obrolan pun terus mengalir di antara kami. Mulai dari kisah semasa duduk di bangku Sekolah Dasar hingga kuliah. Kami membawa beberapa makanan ringan persedian kami namun, rupanya tempat yang dikunjungi ini tak seperti yang diharapkan, kami pun memakan beberapa bagian makanan ringan yang kami bawa.
Ketika hendak menuju ke pelabuhan penyebrangan, kami masih harus menunggu keberangkatan speedboat karena, masih kekurangan penumpang yang hendak meneyebrang. Kami pun memutuskan untuk berjalan-jalan mengelilingi pulau cantik nan indah permai ini.
Ketika hendak melanjutkan lebih jauh perjalanan, kami melihat sosok pantai yang memiliki keindahan dan daya pikat tersendiri, hingga akhirnya jiwa “penikmat pantai” kami meronta-ronta hendak mampir dan menikmati indahnya alam yang masih alamiah ini.
Ketika sampai di pantai yang tak terlalu jauh dari pelabuhan itu, kami bertemu sekumpulan anak usia Sekolah Dasar yang sedang bermain bersama dan menertawakan kebodohan yang mereka perbuat sendiri, betapa bahagianya mereka, bisa merasakan alam yang indah tanpa batasan bahkan larangan keras dari orang tua. Benar-benar jiwa yang suci, merdeka dan bebas! Ah aku iri pada jiwa yang demikian.
Tanpa
berpikir panjang, kami pun bergabung
pada sekumpulan anak-anak usia Sekolah Dasar tersebut, dengan memulai
berkenalan dan berbagi cerita, kami pun langsung akrab tanpa aba-aba, hebat
bukan? ah mereka memang anak-anak dengan hati yang baik. Kebanyakan dari mereka
sedikit bingung dengan aksen dan pilihan diksi yang digunakan oleh si Wulan,
hehe maklum ya, si Wulan berasal dari Magelang, dan kami berdua berdua acap
kali menggunakan bahasa Jawa jika berbincang hal-hal tertentu karena, kami
merasa lebih fleksibel dan lebih nyaman, walaupun sebagian orang berasumsi
bahwa nyaman itu jebakan, ya kan? Hehe.
Kami,
pantai dan sekumpulan anak-anak dengan garis senyum tanpa keraguan, kebohongan
dan terlebih tak semanis janji yang berujung tanpa pembayaran tuntas.
Pemandangan pada laut ini menampakkan wajah pulau Ternate, salah satu dari
anak-anak tersebut bercerita bahwa Ibu nya sedang berpergian ke kota Ternate,
membeli kebutuhan pangan mereka, mengingat keterbatasan penyedian bahan pangan
di pulau ini. Ketika orang tua mereka berpergian ke kota Ternate untuk membeli
sembako dan kebutuhan lainnya, mereka terbiasa untuk mengerjakan pekerjaan
rumah, seperti mencuci piring, menanak nasi dan melakukan pekerjaan Ibu yang
lainnya, dan tak lupa pula, bagi mereka yang memiliki adik yang berusia balita
atau batuta dan masih dalam pengawasan, merekalah yang bertanggung jawab untuk
merawat adik mereka pada saat tersebut, mereka telah terlatih untuk melakukan
pekerjaan tersebut. Hebat bukan adik-adik ini? Mereka yang terbiasa melakukan
tanpa pamrih, melakukan dengan sepenuh hati, tiada balasan terbaik selain
kebaikan bagi mereka.
Tanpa
sadar kami telah menghabiskan banyak waktu di tempat tersebut bersama anak-anak
itu, sekembalinya kami ke pelabuhan speedboat yang akan membawa kami ke Ternate
telah melaju meninggalkan pelabuhan pulau Hiri. Kami pun menatap speedboat yang
melaju tanpa sepatah kata pun, lesu dan kecewa menghujani pikiran kami, Ah
andai saja, tadi kami lebih awal tiba di pelabuhan ini. Mungkin pulau cantik
ini belum ingin berpisah dengan kami, hehe.
Berselang
30 menit kemudian, beberapa masyarakat pulau Hiri yang hendak berbelanja ke
Ternate tiba di pelabuhan tersebut, dan mengajak kami untuk menyebrang
menggunakan perahu kayu yang tersedia di pelabuhan tersebut, dengan tambahan
tarif 5,000,00 untuk saat itu jika hendak berangkat, tanpa keraguan kami pun
meng-iyakan. Tanpa menunggu lebih lama, kamipun telah tiba di pulau Ternate,
dengan segenap kenangan yang masih berputar dikepala tentang pulau Hiri dan
seisinya. Benar-benar pulau yang cantik, tak hanya parasnya pun seisi pulau
nya.
Hiri, 21 Agustus 2020
0 comments