Laut Bercerita, Luka yang Bercerita
Januari 14, 2021
Sama
seperti judulnya, buku ini berisi tentang beberapa detail cerita, yang diangkat
dari kisah nyata, melalui wawancara indeph tentunya kepada para narasumber yang
mana sangat berjasa dalam member nyawa novel yang super keren ini. Mengapa saya
katakana “super keren”? novel ini adalah novel ke-3 dari sekian banyak novel
yang mampu menghidupkan imajinasi secara konstan dari sekian banyak novel yang
pernah saya baca. Novel yang memiliki kisah yang tak biasa, ditambah ini adalah
pengalaman nyata yang dikisahkan, sungguh ini merupakan novel pertama yang
turut menyanyat hatiku, bak sembilu yang tak pernah berlalu hingga akhir
kalimat yang kutemukan dalam cerita ini.
Aku, adalah salah satu makhluk Tuhan
yang amat perasa dalam berbagai hal. Novel ini hampir membunuhku, aku sempat
berniat menghentikan bacaanku dan memilih beralih ke novel lain yang belum ku
baca. Namun, kuurungkan niatku untuk menghentikannya, dan memilih bertahan
menikmati setiap sayatan sembilu yang mana selain, ngilu, ngeri, emosi dan
hampir mati serta hatiku yang terus saja mencaci pelaku penyiksaan. Sungguh,
ini hal gila yang tak memiliki kemanusian, manusia yang terlahir cacat nurani
bahkan tak memiliki akal sehat, neraka tempat kalian, wahai manusia biadap!
Jika ada kalimat yang telah ku
cederai dengan diksi yang tak baik bagi kalian, silahkan tinggalkan halaman
ini. Karena, itu adalah bagian dari kebiadapan pada masa orde baru yang
dirasakan oleh para aktivis yang diculik dan disekap lalu, kemudian di siksa
lebih dari binatang buruan. Untuk kalian yang lagi-lagi tak ingin membaca lebih
jauh tentang kebiadapan yang terjadi pada masa orde baru, silahkan mencari
dongeng yang menyejukan hati kalian.
Laut, nama seorang pemuda yang
begitu cerdas, kritis dan amat menyanyangi keluarga dan kekasih serta
sahabat-sahabatnya, organisasi yang tetapkan terlarang, ia bernaung didalamnya.
Laut beserta 13 orang aktivis lainnya merupakan orang hilang akibat diculik dan
disiksa sebelum akhirnya meninggal dan tak pernah ditemukan jasadnya.
Matilah engkau
Kau akan terlahir berkali-kali….
Penggalan kalimat dari “sang
penyair” yang disebut oleh Laut. Kertas yang diselipkan pada sebuah buku
bersampul hitam yang dihadiahkan pada Laut, ketika usianya genap 25 tahun.
Seyegan,
1991. Ini adalah tahun dimana Laut, bersama teman-temannya melakukan diskusi
secara tertutup dan berhati-hati dengan intaian intel. Maraknya kejadian
penculikan aktivis di Yogyakarta berhasil member rasa takut akan diskusi
buku-buku yang dianggap ‘’kiri’’. Penghangusan buku yang dianggap kiri ini,
membuat para mahasiswa yang gemar mendiskusikan buku-buku tersebut layaknya
seorang pencuri yang harus melakukannya secara diam-diam dan begitu rahasia.
Menenteng buku-buku yang dianggap terlarang bak menenteng bom, harus penuh kehati-hatian.
Pada tahun ini pula dimana Laut mengenal Kasih Kinanti, sahabatnya yang kelak
diculik dan tak pernah kembali selamanya.
Kasih Kinanti, seorang aktivis
wanita yang begitu kukuh menggelut dosa di sebuah kios fotocopy menggandakan buku-buku yang dianggap terlarang, salah
satunya “Anak Semua Bangsa” karya Pramodya Anantatoer. Dari sinilah Laut
mengenal sahabat-sahabat lainnya yang kemudian terus bersamanya di Winatra,
sebuah organisasi yang kemudian dicap sebagai organisasi terlarang.
Seorang Istri, Orang tua, kekasih,
adik dan sahabat yang harus merelakan kepergian orang-orang tersayang, tercinta
bahkan belahan jiwa yang tak pernah disangka-sangka. Kepergian yang tak pernah
ditahu dibumi mana jasad mereka terakhir bersemayam. Kisah yang merenggut jiwa,
hati dan pikiran yang tersayat kebejatan kaum penguasa, seolah seluruh tubuh
rakyatnya adalah kuasa. Kekuasaan terkeji yang memiliki puncak kehilangan 14
aktivis yang tak pernah diketahui keberadaannya hingga kini. Kehadiran aksi
kamisan, derai air mata dalam diam, sungguh. Ini bukan candaan!
0 comments