Merawat Kenangan di Penghujung Hari

Januari 16, 2021

 

dok pribadi/Nia


TERNATE, kota yang terbilang mini ukurannya namun, begitu unik dengan sejuta sejarah dan kekayaan alamnya. Aku yang diam-diam semakin jatuh cinta dengan segala ornamen dan musim yang silih berganti, tak hanya memberi warna tapi juga cerita yang mesti ku rawat. Sebab, di tanah ini beberapa uluran kebaikan tangan Tuhan tersampaikan padaku yang begitu membutuhkan, tanpa-Nya aku bukan siapa-siapa, bumi kie raha ini pun menjadi tanah yang selalu mencurahkan restunya.

            Sebelum genap pukul 08:00 WIT aku telah membuka mata, dengan rasa kantuk yang berat dan rasa lelah yang kerap menyergapku, terlintas dalam benakku, waktu telah pagikah? Atau berganti malam? Dengan penuh kebingunan yang polos, aku meraih ponsel milikku yang tergeletak disamping bantal, segera aku menekan tombol power dan menatap jam yang terletak pada sebelah kiri ponsel, Ah sial sekarang hampir pukul 08:00.

            Sejak memilih bergegas mempersiapkan diri ke kampus, aku tak lupa memeriksa beberapa barang yang mesti ku persiapkan, adapun lembaran THE (Take Home Exam) serta naskah tugas skripsi yang telah ku garap dan berjumlah 2 rangkap yang akan diberikan pada dosen pengampuh serta pegangan disaat presentasi. Hal tersebut ku persiapkan karena berupa intruksi dan konsekuensinya kamu pasti tahulah, ini perihal nilai akhir, tentunya amat menentukan. Segala sesuatu telah ku persiapkan dengan baik, walaupun waktu belajar ku tak maksimal di karenakan waktu yang begitu sempit menuju hari ini.

            Aku  telah menuju kampus, diperjalanan ponselku kembali berdering, ternyata ini adalah salah satu pemberitahuan penting. Dikarenakan hujan dan cuaca yang tak bersahabat, kami melakukan kuliah secara online. Dengan berat hati, aku kembali dan mengerjakan seluruh rentetan tugas baru yang dibebankan. Naskah kembali ku hempaskan, pembuatan video presentasi dimulai, absen bergulir pada group WhatsApp.Semua tugas ku kerjakan dengan sedikit rasa jengkel dan banyak rasa menikmati kesialan yang menimpa ku pagi ini.

            Hari telah menjelang siang, waktu telah menunjukan pukul 14:30 WIT, maentari belum menampakkan sinarnya, tugas yang diberikan oleh sang dosen masih terus ku kerjakan. Tugas tambahan ini sedikit menguras tenaga dan waktu, hingga akhirnya akupun penat dan menyerah mengerjakannya di kamar kost milikku. Ajakan seorang teman mampu menggugah semangatku memacu semangat mengerjakan tugas-tugas tambahan yang entah kapan berakhir. Hari ini benar-benar serasa di prank!

            Perjalanan menuju sebuah caffee yang letaknya di pusat kota memakan waktu yang lebih lama dari biasanya, disebabkan oleh jalanan yang macet akibat beberapa jalan yang mengalami perbaikan serta tumbangnya pepohonan. Ah, jalanan licin, macet dan gerimis. Sungguh ini pemandangan yang mengjemukan namun, kadang aku merasa tenang berada diantara keadaan ini. Tak buru-buru, lebih hati-hati dan menikmati.

            Caffee yang tak asing, sering ku kunjungi dahulu. Lama aku tak bertandang ke tempat ini, selain mengobati rindu akan nyamannya tempat ini, rupanya banyak energy positif yang akan ku peroleh jika mengerjakan beban tugas maha indah hari ini di tempat ini. Dengan mengehmbuskan nafas dan sedikit mengutuk hari ini dalam hati, aku beranjak meninggalkan area parkiran dan melangkah masuk.

            Setelah menaiki tangga demi tangga, akhirnya akupun tiba di lantai dua. Dimana telah duduk dua orang lelaki saling berhadapan, dan melemparkan senyum hangat menyambut kedatanganku. Langsung saja aku menyapa sembari memperbaiki posisi ranselku yang sedikit tak baik-baik saja, sebab aku pun agak terburu-buru datang ke tempat itu. Bagaimana tak buru-buru jika mereka berdua telah datang lebih awal dariku.

            Setelah membuka notebook dan memeriksa beberapa tugas yang ku kerjakan sebelumnya, aku kembali meraih ponsel dan membaca beberapa perintah tugas baru yang masih berlanjut. Terus saja aku mengerjakan tugas, sembari makan dan minum. Sungguh selain memras pikiran, aku pun jatuh lapar dan terasa lemah. Terus saja aku menggerutu dalam hati. Dengan rasa belas kasih akhirnya, temanku mengulurkan tangan membantu ku, hal ini cukup membantu, selain mengetik, ini akan mengefisienkan waktu.

            Benar saja dugaanku, tempat ini memang membawa energi positif, selain membuatku tak jenuh, ada inspirasi tersendiri. Semesta memang selalu memberi dukungannya, pada niat-niat yang terbaik. Semoga saja, niat k uterus baik, untuk hidup yang berguna di masa depan. Dengan apa yang ku lakukan hari ini, merupakan investasi di masa depan.

            Udara terasa lebih dingin, aku yang mengenakan baju berlapis jaket yang lebih tebal, sedikit menetralisir rasa dingin yang kerap mencekam. Cuaca yang tak berubah sejak pagi, awan hitam yang terus menyelimuti, gerimis yang tak memberi kesempatan pada sang mentari untuk menampakkan sinarnya, sungguh ini adalah salah satu keadaan yang terus memikat saat kembali ke kamar untuk melaksanakan ritual paling umum. Tidur, yah, jauh lebih menggoda jika aku berlama-lama di kamar, itulah salah satu sebab mengapa aku harus mengerjakan tugas kuliahku di Caffee.

            Sembari mengerjakan tugas, perbincangan hangat kami pun dimulai. Setelah sekian lama tak saling bersua, banyak cerita dan hal-hal yang kerap ingin dibagi, sesama suku bugis, tentunya memiliki ikatan budaya yang sama, mulai dari budaya hingga akademik, rasanya kami membutuhkan waktu yang tak singkat untu lebih banyak berbagi cerita.

dok pribadi/Nia

            Tempat ini semakin dipadati orang-orang yang berdatangan. Aku sempat terlupa jika ini adalah malam minggu. Haha, maklum aku jarang merayakan malam minggu yang seperti di ritualkan oleh para remaja dan gadis dewasa lainnya. Malam minggu ku ritual sepanjang sejarah ialah menulis dan membaca, menurutku tak ada yang lebih romantic pada malam minggu selain membac dan menulis. Apakah kamu setuju? Apalagi ditemani secangkir kopi, rasanya ah, mantap hehe.

            Hari ini cukup menguras seisi pikiran, focus dan energi, suasana kota pada hari ini turut berduka atas tugas yang kerap membunuhku akibat lelah yang tak dapat tersampaikan oleh kata. Lampu berwarna-warni telah memenuhi seisi ruangan, aku yang tak nyama dengan kerumunan orang yang ramai berdatangan dengan pasangan membuatku ingin cepat berlalu. Tanpa menunggu lama kami pun bergegas pergi.

            Setelah melakukan ritual wajib, yaitu makan malam. Untuk malam yang masih ingin ku nikmati dengan seduhan dingin, “Coldcrew” menjadi salah satu pilihan yang paling ku cinta dari sekian banyak kopi. Entah sejak kapan aku mencintai Coldcrew, bagiku ia istimewa pada malamku dengannya.

 

Ternate, 16 Januari 2021

You Might Also Like

0 comments

Google+

Like us on Facebook

Popular Posts