Life as Divorcee; Urgent Exit
Februari 26, 2021
Untuk segala luka yang pernah
tergaris pada setiap hati, kalian adalah pilihan Tuhan. Kalian kuat. Entah
berapa banyak luka yang sama menerpa kalian berulang kali, hingga berujung pada
perpisahan. Posisi dilema yang tak baik untuk diputuskan dengan mudah, dimana
keadaan ini begitu runyam, ketika misi dalam sebuah hubungan telah berbeda.
Jauh sebelum kita dilahirkan, kehidupan bersama orang lain memang tak ada yang
bahagia selamanya.
Sebuah pernikahan yang memiliki nilai
budaya serta bersifat sakral ini, dalam agama ku konon dikatakan sebuah ikatan
suci yang diperintahkan oleh Tuhanku. Bagian dari menyempurnakan separuh agama
dan melaksanakan sunnah dari Rasurullah SAW. Hal ini bukanlah perkara yang
mudah sejatinya. Wanita dewasa yang cerdas pasti memikirkan dunia pernikahan
dalam perspektif yang lebih luas. Dalam menentukan pilihan hidup, bukanlah hal
yang mudah.
Pada buku Life as Divorcee ini Virly K.A, banyak menceritakan pengalaman
pribadi yang dialaminya, selama menjadi istri bahkan young divorcee. Sebuah perpisahan yang tak pernah diketahui sebelum
menikah, menjadi tragedi tersendiri untuknya. Secara masif hubungan yang baik
memerlukan usaha dan kerjasama yang baik pula. Ini sudah menjadi hukum alam,
yang mana kesadaran kedua belah pihak menjadi modal utama, terbentuknya
keluarga yang harmonis. Keluarga yang harmonis disini, bukan tanpa cela
pertikaian dan perbedaan pendapat ya. Tetapi, bagaimana keduanya dapat
melerainya dengan pengetahuan dan mampu melumpuhkan ego keduanya.
Banyk hal yang baru aku ketahui,
perkara ilmu yang kerap harus dikonsumsi sebelum menuju ke jenjang pernikahan,
berkat mba Virly ini. Tak jarang aku menemukan beberapa saran yang kerap dapat
dijadikan solusi, atas beberapa asumsiku yang berujung trauma. Sempat
terfikirkan tentang pernikahan adalah penjara mengerikan yang diawali dengan
drama kebehagian yang berlangsung singkat(pesta pernikahan). Drama ini hanya
bertahan sementara, dan selamanya hanya menjadi kenangan.
Pada buku ini, merupakan suatu
pencerahan bagi mereka yang menganggap pernikhan hanya tentang kebahagiaan.
Virly yang menolak tentang statement pada
beberapa dongeng diakhir cerita “mereka pun menikah, dan bahagia selamanya”
seolah kehidupan setelah menikah akan kekal dalam kebahagian. Dalam buku ini,
bukan hanya tentang kisah divorcee
yang dialami Virly ketika berusia 25 tahun. Lebih dari itu, banyaknya hal-hal
yang dapat membantu kalian yang kerap mempersiapkan diri ke jenjang yang lebih
serius, yakni: pentingnya pre marriage
talks. Dimana ini pengalaman yang dialami Virly juga, ketika ia tidak
mengetahui pentingnya hal tersebut sebelum memutuskan menikah dahulu. Pre marriage talks memanglah bukan
jaminan kalian tidak akan divorcee tetapi,
ini akan membantu perencanaan yang terarah ketika menjalani rumah tangga
dikemudian hari.
Pada hal ini Virly mampu memberikan
pandangan dan kenyataan bahwa, divorcee itu tidak selalu buruk, dan itu bukan
keputusan yang tak baik. Pemikiran masyarakat kita yang cenderung patriarki
akan melabeli wanita yang memilih divorcee
atau menyandang gelar young divorcee
adalah perempuan yang tak baik. Ingin bebas dengan pemikiran liberal pun akan
mendapat banyak gunjingan setelah resmi menyandang gelar divorcee. Bisa kebayang kan, bagaimana kehidupan setelah memilih
berpisah dan memiliki teman lelaki, sudah pasti mendapat beberapa kata-kata tak
baik yang dialamatkan pada single mom ini.
Beberapa hal tentang Toxic-Abusive Relationship, Don’t Tie the
Knot with These Man, Perkara Hamil di Luar Nikah, Lakukan Ini Jika
Mengalami KDRT, Jenis-jenis Suami yang Enggak Worthy Dipertahankan dan yang terakhir Cerai itu gampang, mungkin
poin-poin tersebut cenderung tidak relevan dengan pemikiran masyarakat kita.
Namun, pada pembahasan dalam buku ini, Virly mampu menguak pentingnya mengetahui
hal ini sebagai pengetahuan kelak jika kalian berada pada posisi ini. Terkadang
orang susah membedakan sayang dan Toxic, hamil
diluar nikah mendapat cercaan. Bahwa jika tidak ingin hamil jangan nge-seks, Virly kemudian menggaris bawahi
pernyataan ini, having seks itu kebutuhan. Sedangkan, having baby itu komitmen.
Seharusnya orang bisa memahami kedua hal ini berbeda, dan tak cenderung moralis
dengan merendahkan orang lain, seolah ia tak pernah melakukan dosa serupa.
Banya juga perempuan yang kurang diberi edukasi tentang bagaimana dan langkah
utama yang harus dilakukan ketika ia mengalami KDRT. Para perempuan pun harus
mampu mengidentifikasi prilaku suami untuk menjadi acuan atau ukuran ia layak
dipertahankan atau tidak. Dan yang terakhir, cerai itu mudah, jika kalian ingin
mempermudah dengan tidak meminta gugatan apapun. Hal ini lebih berharga
walaupun tanpa meminta biaya hidup anak pada sang mantan suami. Karena, ada
yang jauh lebih berharga, yaitu mendapatkan kembali hidup kalian. Kalian takkan
bisa mengukur betapa kalian akan lebih menyesali memilih hidup bersama orang
yang salah. Jika pilihan memilih gugutan akan biaya hidup anak atau kembali
mendapatkan waktu yang sudah terbuang bersama sang mantan suami, jelas semua
perempuan akan memilih untuk mendapatkan waktunya yang sudah terbuang untuk
orang yang salah ini.
Terimakasih mba Virly atas bacaannya
yang luar biasa, mengedukasi. Mungkin ini salah satu bacaan yang mampu mengurai
asumsiku selama ini tentang pernikahan yang kuanggap penjara. Tak ada hal-hal
yang baik. Buku dengan narasi yang pas, tanpa banyak basa-basi, semua
padat,singkat dan jelas.
0 comments