Merekam Jejak Udara Laut

Maret 01, 2021

 

dok pribadi/Nia

                               Ternate- Berawal pada sebuah kota yang kecil nan unik. Hidup pada tanah  yang subur, dan menghirup udara yang segar. Aroma laut yang memenuhi ruang bronchus. Mata yang tak lekang dari hijaunya gunungapi Gamalama, semua memiliki nilai tersendiri bagi setiap jiwa yang ingin meresapinya. Sejarah dunia dan peradaban manusia di tanah kieraha ini, pun turut memberi bumbu cerita tersendiri yang mampu membuat siapapun terkesiap setiap mempelajari  jengkal demi jengkal tanah di kota ini.

            Aktivitas hari ini ku jalani sekenanya. Mengingat aku adalah mahasiswa tingkat akhir yang tak lagi dipusingkan oleh serangkaian mata kuliah. Karena, telah berakhir adanya. Hanya serangkaian revisi laporan magang yang masih mengganggu tidur siangku. Pun proposal yang masih sedang ku tekuni demi kenyamanan diri dari pertanyaan “kapan wisuda?” biasanya pertanyaan ini hadir dari beberapa jenis manusia yang tak pernah tahu perjuangan kita menuju ke pintu akhir alias wisudah ini, manusia memang lucu, dunia bak panggung sandiwara. Eh, heheh.

           Hari ini aku sebenarnya memiliki sebuah agenda bersama seorang sahabat. Mas Dedi, sebutan yang sering kugunakan untuk memanggilnya. Mas Dedi, memiliki sebuah niat mulia yakni, membumikan Bunga Telang (Clitoria Ternatea), di bumi kie raha ini, dengan langkah awal membagikan 100 bibit terlebih dahulu, untuk dibudidayakan secara mandiri oleh beberapa pihak baik perseorangan maupun kelompok. Kami berencana menemui ketua yayasan Disabilitas kota Ternate. Namun, pada pagi hari pukul 11:30 ketika aku menemui Mas Dedi, ia berkata kami belum bisa menemui sang kepala yayasan karena, beliau memiliki hajatan pribadi.

            Siang ini terik matahari sedang tidak tanggung-tanggungnya bersinar. Aku dan Mas Dedi melalui jalanan kota yang ramai dengan kendaraan beroda dua dan empat. Kami akan pergi ke salah satu pasar yang terletak di kelurahan Bastiong. Beberapa catatan bahan makanan telah dipersiapkan, panas tak menjadi penghalang kami untuk menemukan apa yang dibutuhkan. Ketika memasuki pasar, riuh suara penjual yang menjajakan bahan makanan hingga perlengkapan mandi dan sebangsanya. Kami terus saja fokus pada beberapa kebutuhan yang kami inginkan. Setelah menemukan beberapa bahan makanan, kami harus berpindah lokasi pasar, ke arah tempat penjualan ikan. Di sana, kami menemukan ikan yang pas untuk disantap pada siang ini. Saat ini, ikan sedang mengalami kenaikan harga karena, dipengaruhi oleh cuaca yang sedang tidak ramah, dan bulan yang sedang bertandang dengan sosoknya yang cantik, membuat para ikan enggan menampakkan diri seperti biasanya. Hal ini membuat para nelayan dan sekutunya lebih sulit memangsa ikan di laut, hingga mempengaruhi harga Ikan di pasar yang melambung tinggi, dari biasanya.

            Setelah misi kami di pasar telah usai. Perjalanan kami pun dilanjutkan, bukan telah selesai, melainkan kami akan bertandang ke area pasar kota baru, untuk mencari beberapa bahan yang tidak tersedia di pasar Bastiong ini. Perjalanan pun menjadi lebih rileks dengan memandangi gunung pada sisi kiri dan laut pada sisi kanan. Inilah pemandangan, pun aroma laut yang selalu memenuhi isi kepala. Tak pernah lekang dari ingatan, bagaimana cantiknya laut yang disuguhi pemandangan gunung di depan mata. Kicauan burung, pun gemuruh suara anak-anak yang sedang berenang di tepian pantai, menjadi irama alam paling menakjubkan ditengah keramaian kota. Kulit yang terlihat mengkilap oleh bantuan sinar matahari yang menembus air laut dan memantulkan cahaya yang kadang menyilaukan mata.

            Setelah melewati beberapa penjual makanan pada sisi kanan jalan, kami memutuskan untuk mampir ke salah satu kedai yang menjajakan kelapa muda. Setiap hari kedai yang ukurannya mini ini selalu memenuhi sisi kanan dan kiri jalanan, bermacam-macam aneka jajanan yang dijual, mulai dari kelapa muda, hingga pentolan dan aneka hidangan lainnya yang menggugah selera.

            Pada salah satu kedai, kami pun berhenti. Kami sengaja memilih kedai ini sebagai tempat peristirahatan dan menikmati kelapa muda serta makanan ringan yang dijajakan oleh seorang pedagang roda dua. Beberapa kedai kelapa muda yang kami lewati tak lagi memiliki persedian kelapa muda dengan isinya yang baik. Hingga akhirnya, kedai inilah yang dipilih karena, masih menyediakan kelapa muda dengan usia yang menjanjikan memiliki isi yang bagus.





dok pribadi/Nia

            Sejurus kemudian, aku dikagetkan oleh kehadiran Mas Dedi di hadapan ku, dengan tangan yang dipenuhi dengan piring yang berukuran kecil dan telah penuh terisi oleh pentolan daging ikan yang rada alot, dilengkapi saus kacang pun cabai. Setelah menerima piring dari tangan Mas Dedi, akupun kembali ditinggalkan sebentar, untuk mengambil piring yang berisi pentolan lagi untuk dilahap oleh Mas Dedi. Rupanya, ia tahu aku sedang menikmati alam dengan caraku, merekam seluruh kejadian ini dalam kepalaku. Aku memang cenderung gemar merekam segala yang ku alami di dalam kepala, dan tak jarang tertuang dalam lembar-lembar putih di Ms-word .

dok pribadi/Nia

            Ini adalah bagian dari cara ku mengabadikan, menyampaikan dan meluapkan kekesalan. Dengan menulis, aku merasa tidak dihakimi oleh keadaan. Aku begitu menyukai keheningan, bukan tak suka bertemu dengan kerabat pun sahabat. Ini tentang caraku menikmati setiap hal yang ku anggap menggugah jiwa. Aku diam, dan memandangi sekitar, bukan berarti aku sedang melamun dan stres. Semua itu terjadi, atas kehendak ku. Merekam segala kejadian di sekitarku. Jika stres aku akan tidur, dengan durasi yang sungguh tak normal. Jadi, bisa kan, membedakan melamun karena, stres dan merekam kejadian sekitar dengan keheningan? Aku tidak aneh. Aku hanya berbeda. Jika perbedaan itu indah, untuk apa kita harus seragam? Mari saling mendukung pun mencintai setiap cara orang lain dalam menyikapi keadaan sekitar, dan dirinya.

            Persinggahan kami ini, dilakukan sekitar kurang lebih 25 menit. Aku mulai bercakap-cakap dengan Mas Dedi. Beberapa hal telah kami lalui dalam pembahasan. Aku menatap sekelilingku. Aku mengamati setiap aksen yang keluar dari mulut mereka. Rupanya, mereka berasal dari luar pulau Ternate ini. Aku mengenali wanita paruh baya, dengan ciri khas wajahnya, cara berbicaranya pun menanggapi keadaan, sepertinya ia berasal dari daerah Tobelo atau Halmahera Utara. Bentuk wajah, tutur bahasa tak lepas dari identitas daerah, sungguh luar biasa. Aku jadi teringat rumah di Tobelo. Serasa, sedang berada di Tobelo, bertemu sanak keluarga yang memilih berdomisili di kabupaten Halmahera Utara ini sejak nenek dan saudara-saudaranya berlayar dan berdagang dari Bone ke Tobelo. Beberapa dari kami, merasa telah menjadi bagian dari daerah Tobelo itu sendiri. Secara tidak langsung, Tobelo telah membantu menunjang perekonomian keluarga kami pun beberapa bagian harta dari nenek hingga paman dan keluarga lainnya yang dibeli atas keringat yang bercucuran di tanah Tobelo.

            Sampailah kami pada waktu yang mendekati Dzuhur. Aku dan Mas Dedi dibantu Jo yang merupakan sahabat kami juga, menyelesaikan misi selanjutnya yakni, memasak makanan yang telah menjadi catatan. Misi ini berjalan dengan lancar seperti yang diharapkan. Setelah memotong sayur-sayur yang hendak dikukus, membuat sambel pecel, menggoreng ikan pun menanak nasi, kami pun mempersiapkan makan siang yang telah siap dihidangkan. Aku, Mas Dedi dan Jo, memilih menyatap makan siang sambil mendengarkan senandung lagu yang berasal dari pulau Jawa, tempat asal Mas Dedi.

dok pribadi/Nia

            Terkadang bahagia itu menjadi pilihan. Bahagia yang sederhana, tak perlu menggunakan ego dan terus memupuk cinta. Tak ada yang sulit dari esensi bahagia. Terkadang aku sering memikirkan tentang kita di masa tua, apakah kita akan tetap menjadi tua yang menyenangkan seperti ini? Seperti Jo, yang gemar berlama-lama dengan bukunya, dan selalu ceria dan gemar mengganggu aku dan Indah yang juga sahabat kami yang tak kalah lucunya dari Jo. Mas Dedi, dengan keramahan, rasa kasihnya yang dibalut kejahilan yang berniat mengganggu namun, tak serius. Tentang kedua sahabat lelaki yang sering membuatku terkekeh dan jahil dalam waktu bersamaan. Semoga segala yang pernah kita lalui bersama menjadi ingatan dihari tua yang bisa kita bagi pada anak-anak kita, yang mana tentang ilmu, kebersamaan, saling mengasihi dan bahagia dapat kita lakukan hanya bersama orang-orang yang mau membunuh ego dan menumbuhkan cinta bersama kita. Seperti kita, yang tak pernah memupuk ego dikala bersama.

 

  Ternate,  28 Februari 2021

You Might Also Like

1 comments

Google+

Like us on Facebook

Popular Posts